KBD: Berita dan Artikel; 19 Dzulqaidah 1437 H / 22 Agustus 2016


Assalaamu 'alaykum wR. wB.

Segala puji bagi Allah SWT atas segala curahan ni'mat dan karuniaNya yang tiada terhingga.
Sholawat dan salam semoga selalu terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW............

Sahabat KBD, marilah kita bermohon kepada Allah SWT semoga kita selalu dapat  berupaya untuk meningkatkan iman, ilmu dan amal kebaikan dalam hidup kita..

Sahabat, sore nanti insyaa Allah kita akan bertemu lagi dalam pertemuan KBD. Insyaa Allah, masih ada beberapa materi yang antri:
* Catoer masih akan melanjutkan bahasannya tentang bisnis Islami
* Miswar akan membawakan kajian siroh
Semoga Allah mudahkan kita untuk menghadirinya.

Sore ini InsyaaAllah kita akan mengadakan Quizz. Masih dengan setumpuk hadiahnya. Sungguh sayang jika terlewatkan.
Materinya i.a. seputar Ibadah Qurban.

Buat para sahabat lainnya yang ingin menyumbangkan waktu, pengetahuan serta ilmunya atau yang ingin sharing pengalaman, atau ada usulan tentang materi yang perlu dibahas, silakan hubungi Aziz di 5253, Miswar di 3303 atau toto di 5113 untuk mendapatkan 'jadwal tayang' nya.

Untuk bahan bacaan pekan ini, silakan simak copas artikel2 di bawah ini.

Buat para sahabat yang memerlukan, insyaa Alloh email ini dapat juga diakses di kbdorif dot blogspot dot com.
Jika ada teman lain yang ingin di sharing, silakan forward email ini atau daftarkan alamat email nya ke toto.
JIka ada yang tidak berkenan untuk menerima e-mail ini, silakan minta ke toto agar dikeluarkan dari daftar pengiriman.

Jangan lupa - jangan segan - jangan ragu, ajak teman dan sahabat lainnya untuk ikut serta hadir...  Sampai jumpa nanti sore, Insyaa Alloh.......  

Wassalaamu 'alaykum.....

Pintu Terdekat
AntiLiberalNews.com / Redaksi ALN / 6 jam yang lalu
Oleh : Firman

AntiLiberalNews – Kita sering berpikir dan mengukur kedudukan kita di hadapan sesama manusia. Dan itu sah-sah saja.
Seorang istri memikirkan dan mengukur, seberapa berartikah dirinya di hadapan suami, orang tua, anak-anak, keluarga, masyarakat dan tempatnya beraktivitas.
Seorang laki-laki mengukur dan memikirkan dimanakah posisinya di hadapan orang tua, istri-istri, anak-anak, keluarga, kaum Muslimin, masyarakat sekitar, atau tempat kerjanya. Itu sah-saha saja.

Sayangnya, kondisi ini tidak disertai dengan pemikiran dan pengukuran terhadap kondisinya sebagai seorang hamba di hadapan Allah Ta'ala. Apakah selama ini kita telah menjadi hamba yang baik? Apakah kita bergegas melakukan semua perintah Allah Ta'ala dan meninggalkan seluruh larangan-Nya? Apakah masih banyak berpkir seraya menimbang? Atau justru banyak membantah atas nama pongah dan kesombongan yang bersemayam di dalam sanubari?

Ketahuilah wahai diri, tiada yang mengetahui kedudukannya di sisi Allah Ta'ala kecuali Dia Yang Maha Mengetahui. Hanya Dia yang mengetahui apakah seorang hamba dinilai mulia, dicintai, dan disediakan baginya surga ataukah hina, dimurkai, dan berhak mendapatkan siksa neraka lengkap dengan seluruh kepedihan dan kesengsaraan di dalamnya?

Hanya Dia Yang Maha Mengetahui. Dan tiada secuil pun pengetahuan bagi diri terkait hal ini.

Oleh karena ketidaktahuan itu pula, kita harus senantiasa memperbaiki iman dan memperbagus amal shalih kemudian memperbanyaknya. Kita harus menuntut imu untuk melakukan amal shalih. Sebab ilmu menjadi syarat bagi amal yang diterima bersamaan dengan ikhlas di dalam sanubari.

Ilmu itu pula yang akan membimbing kita menuju pintu terbaik dalam mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Ialah jalan-jalan yang direkomendasikan oleh para Nabi Shallallahu Alaihi Wa sallam, sahabat-sahabat, dan orang shalih setelahnya.

Salah satunya ialah yang disebutkan oleh Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah terkait pintu yang paling dekat untuk menuju Allah Ta'ala."Aku mengetuk beberap pintu untuk menuju Allah Ta'ala," tulis Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah sebegaimana dikutip oleh Dr 'Umar 'Abdul Kafi dalam al-Wa'dul Haq, "untuk menemukan pintu yang paling dekat menuju kehadirat-Nya."Setelah lama melakukan pencarian, laki-laki shalih penulis kitab Madarijus Salikin ini memungkasi, "Akhirnya aku menemukan pintu yang paling dekat menuju Allah Ta'ala, ialah merasa rendah diri di hadapan-Nya."Ya. Jangan sombong. Tak usah membanggakan diri. Rendahkan dirimu di hadapan-Nya, niscaya Dia akan memuliakan kita. Aamiin.

Wallahu a'lam. 

Red : Maulana Mustofa


Salam dari Salim
Ayah dan Ibu Kekasihku
Oleh: Salim A Fillah

JIKA  beliau SAW bicara tentang insan yang amat dicintainya, "Dia di neraka", dapatkah sejenak kita bayangkan apa yang dirasanya saat kalimat itu bergema?

Jika suatu kali Al Musthafa SAW yang memang tak diizinkan berdusta harus mengatakan pada seorang sahabat yang bersedih, "Ayahku dan Ayahmu di neraka", untuk menunjukkan tenggangrasa terdalam dari jiwanya yang lembut, dapatkah kita sejenak menempatkan hati ini ke dalam dada beliau SAW?

Dan jika perbedaan pendapat para 'ulama tentang siapa yang dimaksud "Ayah" dalam hadits itu kita jadikan sebagai sumber perpecahan padahal beliau SAW berharap dapat menyambut dan menghulurkan minum pada semua ummat di telaganya, apa kiranya yang akan beliau SAW katakan?

Kumohon, hentikan.

Dengan penuh cinta Imam An Nawawi dan para 'ulama lain telah mengajukan hujjahnya . Jika benar bahwa kedua orangtua Rasulillah SAW di dalam neraka, maka bukankah yang benar tak selalu harus diungkit senantiasa?

Bukankah Abu Dzar benar ketika memanggil Bilal, "Hai anak budak hitam!"? Tapi bukankah dia ditegur Sang Nabi SAW dengan tudingan ke wajah, "Kau, dalam dirimu masih terdapat jahiliah?" Dan Abu Dzarpun menyungkur ke tanah, menaburkan pasir ke wajah, serta meminta Bilal menginjak kepalanya, yang tentu ditolak oleh si kebanggaan Habasyah.

Sebagaimana pula dengan penuh ta'zhim Imam As Suyuthi telah berpanjang menjelaskan masa fatrah dan kedudukan surgawi Ayah-Bunda Rasulillah SAW. Dan bahwa sebagaimana Azar ternyata adalah Paman Ibrahim, tak dapat tempatkah ta'wil bahwa "Ayah'" di dalam hadits itu adalah orang yang membesarkan Al Musthafa sejak dia ditinggal Kakeknya, yang memanggilnya "Anakku" dan lebih mencintai beliau dibanding putra-putra kandungnya, yang melindunginya dengan segala punya?

Kumohon hentikan. Di kala hujjah sudah bertemu hujjah, sesungguhnya hujat tiada lagi mendapat tempat. Perbedaan ini jangan menghalangi kita dari ilmu, 'ulama, dan mencintai guru-guru.

Apalagi ini tentang Ayah-Ibu Kekasihku.

Bukan, bukan karena engkau berpegang pada sesuatu yang benar lalu engkau tercela. Sebab memang yang benar lebih berhak untuk dihiasi akhlaq mulia. Izinkan aku sejenak mengajakmu berkaca, kepada para salafush shalih dalam menakar cinta.

"Sungguh keislamanmu wahai Paman Rasulillah SAW", ujar 'Umar kepada 'Abbas ibn 'Abdil Muthalib saat mereka bersua menjelang Fathu Makkah, "Lebih aku cintai dari keislaman Al Khaththab ayahku."

Ini bukan karena cintanya pada sang Ayah kurang; ini semata sebab 'Umar mengukur sikapnya dari hati manusia yang paling dicintainya, Muhammad SAW. 'Abbas adalah Paman yang paling mengasihi Rasulullah setelah Abu Thalib.

"Wahai Ayahanda", ujar 'Abdullah ibn 'Umar kepada bapaknya kelak, "Mengapa bagian Usamah ibn Zaid kautetapkan lebih banyak daripada bagian Ananda, padahal kami berjihad bersama di berbagai kesempatan?"

"Karena", ujar Sayyidina 'Umar sembari tersenyum sendu, "Ayah Usamah, Zaid ibn Haritsah, lebih dicintai Rasulullah SAW daripada Ayahmu." Lagi-lagi 'Umar mengukur sikapnya dari hati yang paling dia muliakan, hati Muhammad SAW.

Di kala Rasulullah SAW memasuki Makkah dan Masjidil Haram, Abu Bakr datang menuntun ayahnya kepada beliau. Ketika Sang Nabi SAW melihat Abu Quhafah yang sepuh lagi telah buta, beliau bersabda, 'Ya Aba Bakr, kenapa engkau tidak silakan ayahmu duduk di rumah dan aku sajalah yang datang pada beliau?'

"Ya Rasulallah", jawab Ash Shiddiq, "Ayahku lebih berhak berjalan kepadamu daripada engkau datang kepadanya'. Rasulullah SAW mendudukkan Abu Quhafah di depan beliau, mengusap dadanya, dan bersabda kepada-nya, 'Masuk Islamlah'. Abu Quhafah pun masuk Islam.

Tepat di saat Abu Quhafah menghulurkan tangan untuk berjanji setia pada Rasulillah SAW, Abu Bakr malah menangis. Sesenggukan sedunya hingga mengguncang bahu. Semua yang hadir bertanya-tanya. Bukankah di hari itu, Abu Bakr harusnya berbahagia menyaksikan keislaman ayahnya? Bukankah suatu kesyukuran besar menyaksikan orang yang kita kasihi dibuka hatinya oleh Allah untuk menerima hidayah?

Namun Ash Shiddiq yang agung berkata pada Sang Nabi SAW, "Demi Allah. Aku lebih suka jika tangan Pamanmu ya Rasulallah, menggantikan tangannya, lalu dia masuk Islam dan dengan begitu Allah membuatmu ridha."

Paman yang dimaksud tentulah Abu Thalib. Dia yang telah memberikan seluruh daya upaya di sisa usianya untuk membela dakwah keponakan tersayangnya, namun hidayah tak menjadi haknya. Betapa mengerti Abu Bakr akan isi dada Rasulillah SAW. Sahabat sejati, selalu mengukur sikapnya dari hati sang kekasih.

Lalu kini, jika kita menyebut-nyebut dengan santainya tentang neraka atau surgakah orang yang disayanginya, tak hendakkah kita sejenak bertanya, "Di mana kita dari Adab Abu Bakr dan 'Umar itu dalam menakar cinta?"

Mari belajar menghadirkan sudut pandang Rasulillah SAW, bukan hanya pengetahuan tapi juga rasa; dalam setiap isi dada, kata-kata, dan perilaku kita. Inilah jalan sunnah yang penuh cinta.*

diambil di FB: Salim A Fillah dan Twitter: @salimafillah

Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fw: Bacaan bulan ramadhan

KBD: Berita dan Artikel; 29 Rajab Akhir 1438 H / 26 April 2017

Musholla lt 23 pindah ke area baru