Pembukaan Pengajian
Amat bersemangat sekali hari ini. Senyumnya ditebar
sepanjang pagi. Imat sampai heran melihat tingkah sahabatnya. “Ente kayaknya girang banget, Am. Ada
apa?” tanya Imat.
Amat menyempatkan diri nyengir sekali lagi. Sebelum menjawab
dia bertanya, “Ini hari Kamis, kan?” Imat menganggukkan kepala. “Nah, berarti nanti malam Mushola
mulai bikin pengajian lagi, kan?”
Imat sudah tahu rencana itu. Setelah diistirahatkan setahun
lebih karena pandemi, Pengajian Malam Jum’at bagi
kaum Bapak akan dimulai lagi. Pembukaannya nanti malam. Tapi Imat tidak tahu
mengapa Amat tampak sangat bersemangat. “Iya,
Insya Allah nanti malam pembukaan pengajian malam Jum’at,” kata
Imat. “Ente nanti datang?”
“Insya Allah, hadir!” jawab Amat cepat dan bersemangat.
“Tapi, kenapa ente kelihatannya
seneng banget begitu, sih?” tanya
Imat
“Iya seneng, lah, bro. Kan
nanti bisa ketemu lagi sama jamaah Mushola. Banyak yang udah lama banget ga
ketemu, nih. Terus, kita juga bakal dapat pelajaran lagi dari Ustadz Noer.” Amat memberi penjelasan yang masuk
akal.
Tetapi Imat sudah mengenal dengan baik kawannya yang satu
ini. Maka Imat merasa perlu mengorek keterangan lebih banyak. “Iya, sih. Alhamdulillah kita bakal
ngumpul lagi. Bisa dapat ilmu lagi.” Kata
Imat menegaskan sambil bersiap memancing informasi lebih banyak. “Eh, selain itu, ada yang lain yang
istimewa ga, ya?”
“Nah, itu…” tukas Amat cepat. “Ane denger, nanti malam bakal ada
hidangannya.” Lalu dengan mimik wajah
serius dan mata sedikit membelalak Amat menurunkan suaranya, “Nasi Kebuli, bro” lalu Amat meneruskan nyengirnya.
Imat jadi tahu duduk perkaranya. Tetapi lebih dari itu, Imat
juga tahu bahwa informasi Amat tidak akurat sama sekali. “Jadi, sebenarnya ente seneng karena
nanti malam mau ada nasi kebuli?”
Amat tidak berhenti nyengir. “Yaaah,
yang terutama yaa, itu”
“Emang ente tahu dari mana
nanti malam mau ada Nasi Kebuli?” tanya
Imat lebih lanjut.
“Ane denger sendiri, kok.” kata Amat. “Ustadz Noer waktu itu ditelpon bilang mau nyiapin setengah
gidir nasi kebuli. Ane ikutan dengerin” kata
Amat lagi.
“Lha, tapi ente udah nanya
belum, sama Ustadz Noer? Itu Nasi Kebuli buat dimana?” tanya Imat.
Sejenak Amat berhenti nyengir. “Ane ga nanya, sih. Tapi pastinya buat di sini, kan?”
Imat menggeleng-gelengkan kepalanya. “Ukuran setengah gidir itu banyak, bro. Bisa buat lima puluh orang lebih. Lha, kita pengajian di sini cuma lima belas orang paling banyak.”
Amat terkejut. “Jadi
bukan buat pengajian nanti malam?”
“Bukan!” Jawab Imat. “Setahu
ane, yang mesen nasi kebuli itu Haji Murat. Dia mau bikin acara akikahan
cucunya.”
Amat tampaknya terpukul dengan informasi itu. Dia terdiam,
ga nyengir lagi.
Imat bertanya kepada Amat, “Tapi
nanti malam tetap hadir ngaji, kan?”
Amat ngeloyor pergi tanpa menjawab.
=o0o=
“Sesungguhnya setiap amalan
tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.
Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan
Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang
akan dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Al Bukhari dan Imam Muslim)
=o0o=
Komentar
Posting Komentar