MENUNGGU VIRALNYA MEMBACA SENYAP BERSAMA-SAMA
![]() |
Tangkapan Layar Situs Silent Book Club |
Di dunia ini ternyata ada kegiatan perkumpulan buku (Book Club) yang konsepnya begitu sederhana: hanya membaca bersama, di tempat dan waktu yang sama. Bacaannya boleh berbeda-beda. Suka-suka masing-masing peserta. Jadi kesamaannya hanya bersama-sama membaca di tempat dan waktu yang sama.
Salah satu perkumpulan yang punya kegatan semacam ini adalah Silent Book Club (SBC), yang didirikan oleh sepasang sahabat Guinevere de la Mare dan Laura Gluhanich pada tahun 2012 di San Fransisco, AS. Saat ini SBC sudah menyebar ke seantero dunia dengan 300an cabang. Untuk mendirikan perkumpulan seperti ini juga sangat mudah. Katanya, “All you need is a friend, a cafĂ©, and a book.”
Konsep yang sangat luwes ini bisa jadi memang sangat mengandalkan pertemanan (seperti para inisiator SBC) dan kesamaan kesukaan, yaitu membaca. Bila tidak ada ikatan seperti ini, nampaknya akan sulit melakukannya. Bahkan bisa jadi lebih syulit dari melupakan Rehan.
Hestia Istiviani (@hzboy1906) yang menjadi pelopor SBC di Jakarta menyarankan, jika hendak memulai kegiatan ini, cukup dengan mengajak dua atau tiga orang teman dekat (The Jakarta Post, 01/04/2022)
Hestia memulai kegiatan SBC di Jakarta dengan nama klub Baca Bareng (@bacabareng.sbc) di penghujung 2019. Saat menginformasikan awal kegiatan ini di blognya, Hestia menyebutkan berbagai keluwesan: Tak perlu mendaftar, Tidak banyak persyaratan. Kegiatannya hanya datang-duduk-pesan minum (kala itu pertemuan kopdar)-baca buku. Itu saja.
Perkenalan saya dengan kegiatan membaca senyap bersama-sama (Silent Book Reading) adalah melalui acara Satnight Book Reading (SBR) yang diadakan oleh @terus.membaca. Ini komunitas yang diinisiasi Maitsa’ Fatharani (@maitsafatharani) dan Muhamad Fakih (@fakih_z1).
![]() |
Tangkapan Layar IG @terus.membaca |
Kegiatan di komunitas ini sebenarnya cukup banyak. Selain SBR ada Baca Bareng dan Review Buku, Share insight buku dan 4 minutes Reading Challenge. Semuanya berkaitan dengan membaca, seperti tagline di IGnya: “Let’s build our reading habit”.
SBR yang saya ikuti, sudah dua kali saya ikutan, diadakan secara daring. Tidak masalah buat saya. Malah lebih “menguntungkan”, karena bisa memilih tempat yang saya rasa paling nyaman, plus membaca buku berbekal cemilan dan minuman kesukaan. Aturan close mic dan open cam juga tak terlalu berpengaruh terhadap kenyamanan membaca. Hanya saja anak saya berpesan “Atur letak kameranya, biar kalau ketiduran, gak kelihatan”. Tapi sewaktu mengikuti kegiatan ini, membaca buku kok jadi terasa mengasyikkan sehingga kantuk pun terlupakan.
Menilik kesederhanaan konsep kegiatan Silent Book Reading ini, seharusnya sudah banyak klub maupun komunitas yang mengadakannya. Jika sampai sekarang belum dirasakan bahwa kegiatan ini booming atau viral, kemungkinan ada permasalahan yang lebih besar dan mendasar, seperti kurangnya minat baca.
Nah, kalau masalahnya seperti ini, butuh keikutsertaan semua pihak untuk memperbaikinya.
Kuy…
Tto
Komentar
Posting Komentar