KBD: Berita dan Artikel; 3 Rajab 1437 H / 11 April 2016


Assalaamu 'alaykum wR. wB.

Segala puji bagi Alloh SWT atas segala curahan ni'mat dan karuniaNya yang tiada terhingga.
Sholawat dan salam semoga selalu terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW............

Sahabat KBD, marilah kita bermohon kepada Allah SWT semoga kita selalu dapat  berupaya untuk meningkatkan iman, ilmu dan amal kebaikan dalam hidup kita..

Sahabat, sore nanti insyaa Allah kita akan bertemu lagi dalam pertemuan KBD.
Ada dua serial yang masih berjalan sekarang ini:
Pertama tentang Harta Haram
Kedua tentang 10  Shahabat Yang Dijamin Masuk Surga

Pekan kemarin sudah mulai serial baru bertemakan kisah-kisah dalam Al Qur'an, dimulai dengan kisah Ashhabul Kahfi. Serial ini akan menjadi penyela serial lainnya.

Sharing hasil seminar tentang manajer baru disampaikan sedikit, menanti saat yang tepat untuk lanjutannya.

Semoga Allah mudahkan kita untuk menghadirinya.

Buat para sahabat lainnya yang ingin menyumbangkan waktu, pengetahuan serta ilmunya atau yang ingin sharing pengalaman, atau ada usulan tentang materi yang perlu dibahas, silakan hubungi Azis di 5253, Miswar di 3303 atau toto di 5113 untuk mendapatkan 'jadwal tayang' nya.

Untuk bahan bacaan pekan ini, silakan simak artikel  di bawah ini, copas dari hidayatullah dot com..

Buat para sahabat yang memerlukan, insyaa Alloh email ini dapat juga diakses di kbdorif dot blogspot dot com.
Jika ada teman lain yang ingin di sharing, silakan forward email ini atau daftarkan alamat email nya ke toto.
JIka ada yang tidak berkenan untuk menerima e-mail ini, silakan minta ke toto agar dikeluarkan dari daftar pengiriman.

Jangan lupa - jangan segan - jangan ragu, ajak teman dan sahabat lainnya untuk ikut serta hadir...  Sampai jumpa nanti sore, Insyaa Alloh.......  

Wassalaamu 'alaykum.....

Catatan Akhir Pekan ke-415
Tafsir Yahudi, Tafsir Liberal, Tafsir Iblis [1]
Ahad, 6 Maret 2016 - 12:30 WIB
Kaum Yahudi yang menghalalkan perkawinan sejenis itu berpandangan, hukum agama mereka boleh diubah-ubah mengikuti perkembangan zaman


Oleh: Dr. Adian Husaini
 
LAMAN http://www.timesofisrael.com (4/3/2016), masih memampang satu judul berita "US Jews among the most supportive of gay marriage". Disebutkan bahwa kaum Yahudi Amerika merupakan komunitas tertinggi yang memberikan dukungan terhadap legalisasi perkawinan sejenis (perkawinan homo dan lesbi) di AS. Itulah hasil survei "Pew Research Center for the People and the Press."
Menurut hasil survei yang dilakukan dalam rentang tahun 2012-2013, sebanyak 76 persen Yahudi AS mendukung pengesahan (legalisasi) perkawinan sesama jenis; sedangkan 18 persen menentang, dan 8 persen tidak menyatakan sikapnya. Jumlah itu jauh lebih besar dibandingkan dengan pemeluk Protestan (34 persen) dan pemeluk Katolik (53 persen).
Bahkan, angka 76 persen itu lebih tinggi dibandingkan dengan dukungan terhadap perkawinan sesama jenis di kalangan kaum Demokrat (61 persen) dan kaum yang mengaku dirinya "liberal" (72 persen). Di kalangan warga AS yang mengaku tidak berafiliasi dengan satu agama saja, jumlah yang mendukung perkawinan sejenis sebanyak 75 persen; masih di bawah 1 persen dari komunitas Yahudi. (http://www.timesofisrael.com/us-jews-among-the-most-supportive-of-gay-marriage/).
Itulah salah satu prestasi kaum Yahudi dalam legalisasi perkawinan sejenis. Pada 22 Mei 2013, Wakil Presiden AS Joe Biden memberikan pujian kepada tokoh-tokoh Yahudi yang telah berjasa dalam mengubah persepsi bangsa AS tentang perkawinan sejenis. Harian Israel, Haaretz menulis sebuah berita berjudul: "Biden: Jewish leaders drove gay marriage changes".
Dikatakan, bahwa:
"Vice President Joe Biden is praising Jewish leaders for helping change American attitudes about gay marriage and other issues.
Biden says culture and arts change people's attitudes. He cites social media and the old NBC TV series "Will and Grace" as examples of what helped changed attitudes on gay marriage. Biden says, quote, "Think … behind of all that, I bet you 85 percent of those changes, whether it's in Hollywood or social media, are a consequence of Jewish leaders in the industry." Biden says the influence is immense and that those changes have been for the good."

Pernyataan Joe Biden itu tidak dapat dipandang enteng. Bahwa, para tokoh Yahudi-lah yang telah mendorong terjadinya perubahan sikap bangsa Amerika terhadap perkawinan sejenis. Bahwa, budaya dan kesenian adalah media yang berhasil mengubah sikap dan perilaku masyarakat. Ia pun menyebut peran penting media sosial dan satu film serial TV "Will and Grace" di NBC-TV. Biden berani bertaruh bahwa 85 persen perubahan itu dimainkan oleh para tokoh Yahudi yang berperan besar di Hollywood atau media sosial.
Kajian-kajian tentang dominasi peran Yahudi di AS sangat melimpah. Prof. Norman Cantor, dalam bukunya, The Sacred Chain, menyebutkan bahwa pada 1994, jumlah Yahudi di AS hanya tiga persen dari populasi bangsa AS. Tetapi, pengaruh mereka setara dengan kekuatan 20 persen penduduk AS. Bahkan, Prof. Cantor menulis, "Jews were over represented in the learned professions by a factor of five or six."
Kemampuan dan dominasi Yahudi dalam pembentukan opini di AS tidak diragukan lagi. Kekuatan kaum Yahudi AS adalah dalam pembentukan opini. Eugene Fisher, Direktur Catholic-Jewish Relations, menyatakan, "If there is Jewish power, it's the power of the word, the power of Jewish columnist and Jewish opinion makers." Ia pun menambahkan, "And if you can shape opinion, you can shape events." Jadi, kata Fisher, jika Anda bisa membentuk opini, maka Anda akan mampu mencipta aneka peristiwa. (Dikutip dari buku The New Jerusalem: Zionist Power in America karya Michael Collins Piper, Washington, DC: American Free Press, 2004).
Pengaruh tokoh-tokoh Yahudi dalam mempromosikan legalisasi perkawinan sejenis – seperti disebutkan Joe Biden – tentu tak lepas dari proses liberalisasi pemikiran tentang homoseksual dalam ajaran Yahudi. Dan Cohn-Sherbok, dalam bukunya, Modern Judaism, (New York: St Martin Press, 1996, hlm. 98), mengungkapkan perkembangan pemikiran kalangan Yahudi reformis terhadap status hukum homoseksual. Menurut mereka, perumusan hukum-hukum Yahudi modern harus memperhitungkan aspek psikologis. Homoseksual misalnya, meskipun dilarang dalam Bibel, saat ini perlu dibolehkan, sebab saat ini manusia telah memiliki pemahaman terhadap seksualitas yang lebih tercerahkan (a more enlightened understanding of human sexuality).
Padahal, Bibel Yahudi (Perjanjian Lama) telah menegaskan: "Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian." (Imamat 18:22). "Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian … (Imamat 20:13).
Jadi, pada intinya, kaum Yahudi yang menghalalkan perkawinan sejenis itu berpandangan bahwa hukum-hukum agama mereka boleh diubah-ubah mengikuti perkembangan zaman. Tidak ada hukum yang dipandang tetap dalam hukum-hukum agama mereka. Meskipun banyak kaum Yahudi yang masih memandang homoseksual sebagai suatu kejahatan, tetapi mereka saat ini kalah dominan dengan Yahudi-yahudi yang sudah mendukung perkawinan sejenis. Agama dijadikan sebagai permainan.
Al-Quran menjelaskan bahwa salah satu sifat bangsa Yahudi ini adalah menyelimuti kebenaran dengan kebatilan. "Janganlah kalian mencampur aduk kebenaran dengan kebatilan dan kalian sembunyikan kebenaran, sedangkan kalian mengetahuinya." (QS al-Baqarah: 42). Kaum Yahudi juga terkenal dalam merusak kitab sucinya sendiri, sehingga tidak diketahui lagi mana yang asli dan mana yang tambahan. (QS al-Baqarah: 75, 79).
Dalam kasus LGBT, perubahan sikap kaum Yahudi sangat mencolok. Di Israel, kaum homoseksual telah mendapatkan kebebasan yang sangat luas. Aktivitas seksual sesama jenis telah disahkan tahun 1988. Diskriminasi berdasarkan orientasi seksual telah dilarang tahun 1992. Juga, kaum homoseksual ini mendapatkan hak untuk menjadi tentara Israel. Jajak pendapat terakhir menunjukkan mayoritas warga Israel mendukung perkawinan sejenis. (https://en.wikipedia.org/wiki/LGBT_rights_in_Israel).

Tafsir Liberal dan Iblis
Dalam sebuah tulisannya yang beredar di media online seorang pegiat paham liberal melakukan penafsiran dengan cara tertentu, sehingga ia berkesimpulan, bahwa perkawinan sesama jenis bisa diterima, dengan alasan "kemaslahatan". Ia menulis di ujung artikelnya: "Perlu diakui, sebagaimana tidak (ada) dalil yang secara eksplisit melarang pernikahan sejenis, juga tidak ada dalil yang jelas-jelas membolehkannya. Lalu, apa prinsip-prinsip dasar yang memungkinkan perkawinan sejenis dapat dibenarkan? Jawabnya, konsep kemaslahatan yang bermuara pada terwujudnya kesataraan, keadilan, dan kehormatan manusia. Konsep kemaslahatan ini muncul cukup awal dalam tradisi yurisprudensi Islam dan terus berkembang hingga sekarang, yang mengindikasikan bahwa konsep itu merepresentasikan "spirit" agama yang mampu menyerap perkembangan zaman."Tidak sulit untuk berargumen secara rinci kenapa atas nama kemaslahatan perkawinan sejenis dapat dibenarkan. Karena keterbatasan ruang (dan waktu), saya dapat katakan bahwa pelembagaan perkawinan sejenis memungkinkan pasangan dapat menikmati berbagai hak keistimewaan (privileges) yang dinikmati suami-istri lain." (https://www.inspirasi.co/post/detail/5806/munim-sirry-menafsir-kisah-nabi-luth-secara-berbeda).
Artikel ini telah mendapatkan tanggapan luas karena bersamaan dengan munculnya gerakan secara masif untuk melegalkan perkawinan sesama jenis di Indonesia. Tentu saja kesimpulan model penafsiran semacam ini memunculkan ketakjuban di kalangan para ilmuwan tafsir. Sebab, selama 1400 tahun lebih, baru ada orang yang berani menafsirkan ayat-ayat tentang kisah Luth dan kemudian menyimpulkan perkawinan sejenis dibolehkan. Ada dua kemungkinan: selama 1400 tahun lebih para ulama Islam tidak ada yang paham al-Quran, atau pegiat liberal ini memiliki kecerdasan di atas seluruh sahabat Nabi saw dan para ulama Islam sedunia. Atau ada kemungkinan lain.* (BERSAMBUNG)
Penulis adalah Ketua Program Magister dan Doktor Pendidikan Islam—Universitas Ibn Khaldun Bogor. Catatan Akhir Pekan (CAP) hasil kerjasama Radio Dakta 107 FM danhidayatullah.com
Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar

http://www.hidayatullah.com/kolom/catatan-akhir-pekan/read/2016/03/06/90634/tafsir-yahudi-tafsir-liberal-tafsir-iblis-1.html

Catatan Akhir Pekan ke-415
Tafsir Yahudi, Tafsir Liberal, Tafsir Iblis [2]
Ahad, 6 Maret 2016 - 12:40 WIB
Menafsirkan UUD 1945 saja ada metodenya. Meskipun terkenal cerdas, Pak BJ Habibie tidak diakui otoritasnya dalam soal penafsiran UUD 1945. Begitu juga soal penafsiran al-Quran
Sambungan artikel PERTAMA
 
Oleh: Dr. Adian Husaini
 
Pakar Tafsir al-Quran Fahmi Salim menulis artikel di HarianRepublika (26/2/2016) berjudul "Menakar 'Tafsir Baru' LGBT".  Fahmi Salim membuktikan, bahwa tidak ada perbedaan di kalangan para ulama tentang buruknya perilaku homoseksual itu. Al-Quran menyebut sebagai "fahisyah" (kejahatan yang keji). Perbedaan mereka adalah tentang bentuk hukuman yang harus dijatuhkan kepada para pelaku homoseksual. Seorang guru di pesantren  juga menulis artikel bagus yang menjawab tulisan pegiat liberal tersebut.
Baca: Islam, LGBT dan Perkawinan Sejenis
Tentulah sebagai muslim kita sangat menyayangkan dan sedih dengan munculnya artikel-artikel yang membolehkan perkawinan sejenis, khususnya yang dilakukan oleh orang-orang yang secara keilmuan logisnya tidak berani melakukan hal tersebut. Sebab, al-Quran tidak bisa ditafsirkan sembarangan dan semaunya sendiri. Menafsirkan UUD 1945 saja ada metode dan caranya. Itu terkait dengan otoritas keilmuan. Meskipun terkenal dengan kecerdasannya yang luar biasa, Pak BJ Habibie tidak diakui otoritasnya dalam soal penafsiran UUD 1945.  Kecuali jika Pak Habibie kemudian menekuni bidang itu dan menulis karya ilmiah yang otoritatif tentang penafsiran UUD 1945, yang diakui pada ilmuwan di bidangnya.
Begitu juga dalam soal penafsiran al-Quran. Perlu otoritas keilmuan yang memadai untuk diakui sebagai mufassir al-Quran.  Untuk mengajukan satu metodologi baru dalam penafsiran al-Quran, perlu seorang menulis kitab Ulumul Quran atau Kitab Metodologi Ilmu Tafsir yang berkualitas tinggi dan bisa diuji secara ilmiah. Minimal, ia membuktikan telah melahirkan karya Tafsir al-Quran yang bermutu. Jika belum mampu menjadi mujtahid, sebaiknya belajar lagi kepada para ulama yang mumpuni ilmunya. Tidak baik bersikap asal beda (Jawa: Waton Suloyo/WtS).  Kita perlu orang pinter dan bener. Umat Islam merindukan sosok-sosok ilmuwan dan ulama yang tinggi ilmunya tetapi juga tahu diri.
Jika dasar untuk melegalkan perkawinan sesama jenis adalah karena "tidak ada dalil yang melarang secara eksplisit dalam al-Quran", maka dalam al-Quran juga tidak larangan secara eksplisit untuk menikah dengan anjing, dengan babi, dengan kunyuk, atau dengan tuyul. Di sinilah perlunya metodologi yang shahih dalam menafsirkan al-Quran Ketiadaan metodologi yang shahih ini akan menyebabkan kekacauan ilmu.
Kita bisa menyimak sebuah buku berjudul Fiqih Lintas Agama (editor: Mun'im A. Sirry), yang secara serampangan memberikan tuduhan yang tidak beradab kepada Imam al-Syafi'irahimahullah:
"Kaum Muslim lebih suka terbuai dengan kerangkeng dan belenggu pemikiran fiqih yang dibuat imam Syafi'i. Kita lupa, imam Syafi'i memang arsitek ushul fiqih yang paling brilian, tapi juga karena Syafi'ilah pemikiran-pemikiran fiqih tidak berkembang selama kurang lebih dua belas abad. Sejak Syafi'i meletakkan kerangka ushul fiqihnya, para pemikir fiqih Muslim tidak mampu keluar dari jeratan metodologinya. Hingga kini, rumusan Syafi'i itu diposisikan begitu agung, sehingga bukan saja tak tersentuh kritik, tapi juga lebih tinggi ketimbang nash-nash Syar'i (al-Quran dan hadits). Buktinya, setiap bentuk penafsiran teks-teks selalu tunduk di bawah kerangka Syafi'i." (Mun'im A. Sirry (ed), Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis, (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina dan The Asia Foundation, 2004), hlm. 5.)
Maka, dalam menyikapi persoalan ini, kita perlu merenungkan ujung artikel Fahmi Salim yang mengingatkan:
 "Dalam soal penyelewengan Tafsir al-Quran, Allah telah menunjukkan bagaimana Iblis pun telah melakukannya.  QS al-A'raf ayat 20 menjelaskan, bahwa Iblis melakukan penafsiran semena-mena – sesuai kehendaknya — terhadap larangan Allah agar Adam menjauhi Pohon itu.  Lalu, Iblis membuat tafsiran, 'Tuhan melarang kalian berdua (Adam dan Hawa), karena kalian bisa jadi malaikat atau jadi makhluk yang kekal abadi'.
Bahkan, untuk meyakinkan Adam dan Hawa, Iblis sampai bersumpah bahwa ia adalah pemberi nasihat yang jujur. Kala itu Adam dan isterinya terpedaya akibat tafsir sesat berbungkus nasehat ala Iblis.  Tentu kita sebagai keturunan Adam tidak ingin terperosok ke dalam jurang yang sama."
Kata-kata Fahmi Salim, sarjana Ilmu Tafsir lulusan al-Azhar Kairo itu,  perlu kita renungkan. Iblis memang tidak mengatakan kepada Adam dan Hawa, "Wahai Adam, jangan pedulikan larangan Allah itu!"  Bukan begitu cara Iblis menyesatkan. Tetapi, Iblis menggunakan cara intelektual; memberikan penafsiran yang menyesatkan terhadap Kalam Allah itu. Bahwa, kata Iblis, maksud larangan itu adalah agar Adam tidak menjadi Malaikat atau tidak kekal di sorga. Iblis berlagak sebagai ahli tafsir. Karena penampilan dan cara pendekatan Iblis memang mempesona, maka Adam pun terpedaya, dan kemudian mengakui kesalahannya, bertobat kepada Allah Subhanahu Wata'ala.
Itulah beda antara Adam dengan Iblis. Adam bersalah, lalu sadar dan bertobat. Sementara Iblis jelas-jelas melakukan kesalahan, tetapi bersikap sombong, angkuh, tetap membangkang kepada Allah, dan bangga menjadi kafir. Semoga kita dan keluarga kita selamat dari aneka tipu daya Iblis dan para setan terkutuk yang tak henti-hentinya berusaha menyesatkan kita dari jalan Allah yang lurus. Amin. (Malang, 6 Maret 2016).*
Penulis adalah Ketua Program Magister dan Doktor Pendidikan Islam—Universitas Ibn Khaldun Bogor. Catatan Akhir Pekan (CAP) hasil kerjasama Radio Dakta 107 FM danhidayatullah.com
Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar

http://www.hidayatullah.com/kolom/catatan-akhir-pekan/read/2016/03/06/90642/tafsir-yahudi-tafsir-liberal-tafsir-iblis-2.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fw: Bacaan bulan ramadhan

KBD: Berita dan Artikel; 29 Rajab Akhir 1438 H / 26 April 2017

Musholla lt 23 pindah ke area baru